Laris ga mbak kebayanya? Wah, mas mpe kehabisan..ni baru nyetok lagi... Gmana usaha sewa bajunya mbak? Kalo saja semua hari nasional adalah hari Kartini, Baju Kebaya di salon rias pengantenku akan laris manis terus.... Yah, itulah berkah Kartini...
Meskipun tidak ada
dasar hukum atau aturan yang jelas tentang cara memperingati hari Karini,
anjuran untuk memakai pakaian adat nasional atau kebaya tampaknya sudah melekat
dalam peringatan hari Kartini. Baik instansi pemerintah maupun bukan akan
tampak ikut menyemarakkan peringatan hari kartini. Bahkan bermain futsal pun
dilakukan dengan mengenakan kebaya dalam rangka menyemarakkan hari kartini.
Pawai pendidikan oleh anak-anak sekolah
berpakaian adat pun ikut meramaikan suasana. Lomba memasak, upacara bendera
berseragam kebaya, lomba menyanyi, cerdas cermat, puisi dan masih banyak lagi.
Dalam euforia gegap
gempita peringatan hari Kartini yang memprihatinkan adalah bahwa tak banyak
anak sekarang yang mengenal siapa itu Kartini dan apa sumbang perannya bagi
bangsa Indonesia. Apakah Kartini adalah orang yang mengenalkan kebaya sehingga
peringatan hari Kartini selalu diperingati dengan “berkebaya”? Tentu bukan,
Kartini adalah pejuang pelopor emansipasi wanita. Ide, gagasan perjuangan
emansipasi wanita Kartini tampak dalam surat-suratnya yang dikirim ke
sahabat-sahabat penanya kala itu. Isi surat-surat itu kemudian dikenal luas
setelah surat-surat Kartini dikumpulkan oleh Menteri Kebudayaan, Agama, dan
Kerajinan Hindia Belanda, J.H. Abendanon. Pembukuan surat-surat RA
Kartini itulah yang memiliki nilai sejarah besar dalam peran emansipasi wanita.
Kumpulan surat-surat Kartini tersebut lebih dikenal sebagai buku “Habis Gelap
Terbitlah Terang”. Tanpa adanya pembukuan surat-surat tersebut tentu kita tidak
akan dapat mengetahui ide besar dari seorang Kartini tentang emansipasi wanita.
Pembukuan surat-surat itulah yang memiliki nilai sejarah besar dalam emansipasi
wanita khususnya di Indonesia.
Lantas dengan
kegiatan peringatan Kartini yang selama ini banyak dilakukan dimana letak
esensi memperingati hari Kartini? Apakah dengan “berkebaya” anak didik kita
kemudian mengenal semangat yang diusung Kartini kala itu? Apakah ada
hubungannya antara berpakaian kebaya dan emansipasi wanita yang diusung
Kartini? Jelas sekali tidak ada benang merah yang jelas antara “berkebaya”
dengan peringatan hari Kartini. Kebetulan Kartini lahir dan hidup pada jaman
kebaya. Jika Kartini lahir dan hidup pada jaman jilbab syar’i, apakah
peringatan hari Kartini akan diperingati dengan anjuran untuk memakai jilbab
syar’i?
Perlu adanya
inovasi dalam peringatan Hari Kartini agar anak didik kita dapat memahami,
meneladani dan menerapkan tentang semangat emansipasi wanita yang diusung
Kartini kala itu. Agar semangat itu tidak dikaburkan atau bahkan tenggelam oleh
semaraknya “berkebaya”. Mindset masyarakat perlu dirubah, mengenai Kartini.
Kartini tidak identik dengan kebaya. Kenalkan sosok Kartini pada anak didik yang
identik sebagai pribadi yang cerdas, berpikiran jauh kedepan (futuristis). Namun,
mengingat penjejalan pengetahuan semata-mata tak banyak menolong anak didik
dalam memahami esensi emansipasi wanita yang diusung Kartini, maka upaya
pengenalan mengenai Kartini dapat dikemas dalam berbagai ide kreatif untuk
dimasukkan dalam proses pembelajaran di dalam kelas maupun di luar kelas.
Rangsang dan
doronglah anak didik untuk mencari tahu tentang Kartini melalui penugasan
sekolah yang menantang dan kontekstual. Pengenalan
dapat diawali dari pengenalan tentang emansipasi wanita. Apa itu emansipasi
wanita, siapa yang memperjuangkan emansipasi wanita di Indonesia, apa manfaat
emansipasi wanita, bagaimana emansipasi wanita di masa sekarang. Tentu hal
demikian akan lebih mengenalkan siswa tentang emansipasi wanita dibandingkan
terjebak dengan “berkebaya”. Beberapa model pembelajaran pun dapat dimanfaatkan
untuk pengenalan ini sekaligus membina kreativitas anak didik, diantaranya problem based learning (PBL) dan project based learning (PjBL).
Misal melalui PBL,
anak didik dapat diajak untuk mencari dan mengamati sebuah masalah di
lingkungan terkait dengan emansipasi wanita. Kemudian anak pun dibimbing untuk
menyusun sebuah hipotesis mengapa terjadi demikian, mengembangkan berbagai ide
untuk mengatasi masalah tersebut untuk kemudian memilih salah satu sebagai
langkah pemecahan masalah dan kemudian menyampaikannya dalam bentuk presentasi
dan diskusi.
Model pembelajaran
PjBL pun dapat digunakan sebagai wahana untuk pengenalan terhadap semangat
emansipasi yang diusung Kartini. Pemberian tugas pembuatan proyek pameran seni
karya foto tentang emansipasi wanita wanita dari jaman dulu dan masa kini bisa
ditawarkan kepada anak didik kita untuk merangsang kreativitasnya dalam
menyampaikan gagasan atau ide emansipasi wanita yang mereka pahami kepada orang
lain. Atau pun penugasan untuk membuat sebuah karangan atau tulisan mengenai
emansipasi wanita pun dapat dilakukan.
Poyek pembuatan
tulisan pendapat ide anak didik bertema tentang Kartini di jaman dulu dan
Kartini masa sekarang pun dapat dilakukan. Tetapi tulisan itu pun perlu adanya
wadah untuk dipublikasikan, tidak hanya sekedar ditulis dalam kertas kemudian
dikumpulkan begitu saja. Tugas tersebut dapat dipublikasikan melalui blog
pribadi siswa agar dapat dibaca oleh orang lain.
Penugasan seperti
ini selain melatihkan skill kreativitas
juga dapat meningkatkan kemampuan literasi membaca anak didik. Mau tidak mau,
untuk memecahkan masalah dari penugasan yang diberikan anak didik harus mencari
sumber belajar mengenai kartini maupun tentang emansipasi wanita. Secara tidak
sadar anak didik pun membangun pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri sejalan
denga teori konstruktivisme yang berorientasi pada
pembentukan pengetahuan melalui proses menemukan, menandai serta
mengorganisasikan data yang baru. Peran guru lebih cenderung sebagai
fasilitator dan motivator dalam pembelajaran.
Tentu masih ada
banyak ide kreatif yang dapat dilakukan guru untuk mengenalkan dan memahamkan
anak didiknya mengenai emansipasi wanita dalam peringatan hari Kartini daripada
sekedar menyuruh anak didik untuk “berkebaya” atau berpakaian adat nasional. Peran
guru sebagai fasilitator pembelajaran diharapkan dapat membantu anak didik agar
menjadi pribadi yang kreatif. Namun demikian, peringatan hari Kartini yang
dikemas dalam bentuk seperti ini tentu dapat dikembangkan tidak hanya sebatas
peringatan hari Kartini. Peringatan-peringatan yang lain pun dapat dikemas
sedemikian rupa sehingga dapat digunakan sebagai ajang pembelajaran yang
bermakna bagi siswa, tidak hanya sebatas peringatan seremonial rutinitas yang
tak berbekas.
Ini adalah ide yang indah. Terima kasih telah berbagi.
ReplyDeletehadiah ulang tahun || bunga untuk pernikahan